Prancis Terancam Krisis, PM Hadapi Mosi Tidak Percaya

Internasional

PARIS, Actadiurma.id – Parlemen Prancis meloloskan mosi tidak percaya terhadap PM Michel Barnier. Keputusan ini mengguncang stabilitas politik dan memengaruhi ekonomi negara. Para anggota parlemen Prancis meloloskan mosi tidak percaya terhadap pemerintah pada hari Rabu (04/12), sebuah tindakan yang membuat negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Uni Eropa (UE) itu makin terpuruk ke dalam krisis yang mengancam kemampuan legislatifnya untuk mengatasi defisit anggaran besar.

Anggota parlemen dari kelompok sayap kanan dan sayap kiri bersatu mendukung mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri (PM) Michel Barnier, dengan mayoritas 331 suara mendukung mosi tersebut. Barnier kini harus mengajukan pengunduran dirinya dan pemerintahannya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron, menjadikan masa jabatan pemerintahan minoritasnya selama tiga bulan itu sebagai yang terpendek dalam sejarah Republik Kelima Prancis yang dimulai pada tahun 1958.

Media Prancis melaporkan, Barnier akan menyerahkan pengunduran dirinya pada hari Kamis (05/12) pagi waktu setempat. Menteri Pertahanan (Menhan) Prancis yang akan segera meninggalkan jabatannya, Sebastien Lecornu, memperingatkan bahwa gejolak ini dapat memengaruhi dukungan bantuan Prancis untuk Ukraina.

Bahkan, Partai sayap kiri France Unbowed (LFI) menuntut pengunduran diri Macron.

Jatuhnya karier politik Barnier ini justru disambut baik oleh pemimpin sayap kanan Marine Le Pen, yang selama bertahun-tahun telah mencoba menggambarkan partainya, National Rally, sebagai calon pemerintahan yang siap memimpin.

“Saya tidak mendesak Macron untuk mengundurkan diri,” katanya. “Tekanan terhadap presiden akan semakin besar. Hanya dia yang bisa mengambil keputusan itu.”

Kubu sayap kiri dan sayap kanan mengecam Barnier karena menggunakan kekuasaan konstitusional khusus untuk mengadopsi sebagian anggaran yang tidak populer tanpa pemungutan suara akhir di parlemen, di mana anggaran itu tidak mendapat dukungan mayoritas. Rancangan anggaran tersebut bertujuan menghemat sebesar €60 miliar (sekitar Rp1 kuadriliun) untuk mengurangi defisit besar. 

“Realitas (defisit) ini tidak akan hilang hanya dengan mosi tidak percaya,” kata Barnier kepada anggota parlemen sebelum pemungutan suara, seraya menambahkan bahwa defisit anggaran akan terus menjadi beban bagi pemerintahan berikutnya.

Tidak ada pemerintahan Prancis yang kalah dalam mosi tidak percaya sejak Georges Pompidou pada tahun 1962. Macron mengawali krisis ini dengan mengadakan pemilu dadakan pada bulan Juni lalu, yang membuat parlemen terpolarisasi.