BANGKA TENGAH, Actadiurma.id – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bangka Tengah (Bateng) kembali menguak perkembangan terbaru penyidikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi dana kontribusi kerjasama pembangunan strategis yang tidak terelakan antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bangka Tengah dan PT. XL Axiata Tbk di Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Mangkol Bangka Tengah pada tahun 2021 sampai dengan tahun 2024.
Dua tersangka suami istri dari pegawai DLH Bangka Tengah, yakni DP dan LA diduga telah menggunakan dana Rp Rp162.238.000 untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya
Kasus ini bermula dari tahun 2021, DLH Bangka Tengah menjalin kerja sama dengan PT. XL Axiata Tbk melalui sebuah Perjanjian Kerja Sama (PKS), berupa penempatan menara telekomunikasi (BTS) PT. XL Axiata Tbk dan penguatan fungsi kawasan di Tahura Bukit Mangkol.
PKS ini ditandatangani pada 10 Maret 2021 oleh Plt. Kepala DLH, Pittor dan Lestari Prihandayani selaku Group Head Lease Management PT. XL Axiata Tbk. dengan Rencana Pengelolaan Program (RPP) sebesar Rp.581.500.000 yang digunakan untuk mendukung kegiatan pengelolaan Tahura dalam jangka waktu 6 tahun.
Dalam implementasi perjanjian, PT. XL Axiata mentransfer kontribusi dalam bentuk uang senilai Rp581.500.000,- ke rekening bank BCA milik DP, seorang tenaga honorer DLH yang ditunjuk secara resmi melalui Surat Keputusan Kepala DLH Bangka Tengah sebagai pengelola PKS.
Dalam pelaksanaannya, DP dibantu oleh istrinya, LA, yang juga berstatus sebagai PNS pada DLH Bangka Tengah.
Dari hasil penyidikan, Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bangka Tengah mendapati bahwa dalam pelaksanaan RPP yang seharusnya untuk 6 tahun dirubah secara bersama-sama oleh DP dan LA menjadi 4 tahun
Adapun bentuk penyimpangan yang dilakukan tersangka, yakni pengadaan barang yang tidak sesuai dengan peruntukan, adanya praktik mark-up harga, penyerahan dana peningkatan kualitas SDM kepada LA sebesar Rp60.000.000, tanpa dasar penunjukan dari Kepala Unit Kerja.
Kemudian, pembayaran honorarium fiktif kepada tukang dan petugas pembibitan dengan bukti pengeluaran yang tidak benar, penggunaan dana honorarium pengelola untuk pembelian BBM kendaraan operasional, namun nota-nota pembelian BBM tersebut terbukti palsu berdasarkan keterangan pihak SPBU.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Bangka Tengah mengenai perhitungan kerugian keuangan negara/daerah tersangka telah menggunakan dana sebesar Rp162.238.000 untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan RPP maupun PKS yang telah disepakati.
Kejari Bangka Tengah, M. Husaini mengungkapkan atas perbuatannya DP dan LA disangka melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Maksimal ancaman 20 tahun dan kami melakukan penahanan 20 hari ke tingkat penyidikan dari tanggal 16 September hingga 5 Oktober 2025,” tuturnya.
“Kami targetkan Oktober sudah dilimpahkan ke pengadilan, jadi dari 500 juta, ada 162 juta lebih masuk rekening dan lainnya ada pembelian barang tidak sesuai peruntukan dan sudah kami sita,” pungkasnya.
Adapun barang bukti yang disita dari tersangka yakni, 1 unit motor Merk Kawasaki Tipe KLX 150 G Warna Hijau,
1 motor Merk KLX 150 H warna Hijau dan 4 laptop.