Politik Luar Negeri Indonesia Tidak Transaksional

Nasional

JAKARTA, Actadiurma.id – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pada hari Senin bahwa Indonesia telah melakukan diplomasi non-transaksional, yang secara tidak langsung menyerang kritik kandidat Anies Baswedan baru-baru ini terhadap pendekatan negara tersebut terhadap hubungan internasional.

Berbicara dalam sebuah acara di Bandung, Retno memberikan rekap kebijakan luar negeri Indonesia selama 10 tahun terakhir pemerintahan Jokowi. Indonesia tetap berpegang pada apa yang disebut sebagai kebijakan “bebas dan aktif” – yang berarti bahwa Indonesia tidak sejalan dengan negara-negara besar. Kebijakan “bebas aktif” ini berfokus pada membela kepentingan nasional Indonesia sekaligus berkontribusi terhadap perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

“Diplomasi Indonesia terukur, penuh perhitungan, berorientasi pada tindakan, berorientasi pada hasil. Namun pada saat yang sama menjunjung tinggi nilai dan prinsip yang teguh,” kata Retno saat memberikan keterangan pers tahunannya di ibu kota Jawa Barat.

“Kebijakan luar negeri kita tidak transaksional,” kata Retno.

Diplomat tersebut kemudian berbicara panjang lebar tentang pencapaian Indonesia di kancah global selama satu dekade terakhir masa kepemimpinan Jokowi, termasuk bagaimana Jakarta memimpin forum 20 negara terkaya G20. Tonggak penting lainnya juga mencakup bagaimana Indonesia memimpin kelompok regional ASEAN. Retno mengklaim diplomasi Indonesia telah mendapat pengakuan internasional.

Sebagai contoh, Lowy Institute Asia Power Index mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki pengaruh diplomatik yang semakin besar selama beberapa tahun terakhir. Indeks tersebut menunjukkan bahwa pengaruh diplomatik Indonesia berada di peringkat ke-10 pada tahun 2020. Pengaruh diplomatik negara tersebut kemudian naik ke peringkat ke-8 pada tahun 2021, dan peringkat ke-7 pada tahun lalu. Indonesia juga memiliki pengaruh diplomasi terbesar dibandingkan negara ASEAN lainnya, menurut indeks tersebut.

Lembaga kebijakan Chatham House menyebut Indonesia sebagai “kekuatan penyeimbang yang penting di Asia”. Retno mengutip sebuah artikel di Straits Times yang mengakui kepemimpinan Indonesia di ASEAN, karena Jakarta membantu mencegah blok tersebut “balkanisasi” atau terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil dan bermusuhan.

“Hal ini menunjukkan betapa Indonesia merupakan pemain kunci baik di tingkat regional maupun global. Kita bukan sekedar penonton,” kata Retno.

Meski Retno tidak menyebut nama Anies, komentar Anies mengenai kebijakan luar negeri Indonesia belakangan ini menjadi isu hangat. Pada awal kampanyenya, Anies mengatakan Indonesia selama ini menjalankan kebijakan luar negeri yang transaksional dan berorientasi bisnis. Jika terpilih, Anies ingin menerapkan kebijakan luar negeri yang berbasis nilai. Contoh dari nilai ini adalah melindungi kehidupan manusia. Dengan kata lain, Indonesia harus bisa menghentikan agresi negara lain meskipun memiliki hubungan bisnis yang erat dengan negara tersebut.

Pernyataan pers tahunan Retno disampaikan sehari setelah debat capres ketiga. Anies, bersama dengan rivalnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, tampil dalam debat yang berpusat pada hubungan internasional dan pertahanan pada hari Minggu. Anies juga berniat menempatkan Indonesia sebagai pemimpin di forum global jika ia memenangkan pemilu.