Sikap Jepang Terhadap Palestina di Demo Parlemen Jepang

Internasional

TOKYO, Actadiurma.id – Sikap diplomatik Jepang dalam konflik yang memburuk di Gaza sedang diuji ketika jumlah korban sipil terus meningkat; lebih dari 11.000 orang telah terbunuh sejauh ini. Opini publik di Jepang cenderung mengarah pada gencatan senjata segera, dan terdapat banyak kritik atas tindakan pemerintah yang hati-hati dalam menyeimbangkan antara Israel dan Palestina

Sejak pertempuran sengit meletus, protes mingguan rutin terjadi di Tokyo, Osaka, dan Nagoya yang menyerukan gencatan senjata dan pencabutan blokade Israel di Gaza. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras serangan di Gaza sebagai pelanggaran hukum internasional, yang melarang penargetan warga sipil.

Di Jepang, demonstrasi terbesar hingga saat ini diadakan pada tanggal 10 November di mana sekitar 4.000 pengunjuk rasa berkumpul di kawasan Shibuya, Tokyo. Pawai tersebut dipimpin oleh warga lokal Palestina dan dihadiri oleh anggota parlemen Jepang, Asosiasi Pakistan, dan Japan International Volunteer Center (JVC). Pesan yang disampaikan pada rapat umum tersebut jelas: “gencatan senjata segera” dan “tindakan mendesak sekarang.”

Namun, posisi resmi Jepang masih belum jelas. Misalnya, Jepang mengatakan situasi kemanusiaan di Jalur Gaza adalah prioritas tertinggi. Pada tanggal 17 Oktober mereka menjanjikan bantuan kemanusiaan darurat sebesar $10 juta kepada warga sipil di Gaza.

Pada saat yang sama, Tokyo telah menyatakan dukungannya terhadap hak Israel untuk membela diri melawan terorisme. Jepang mengutuk serangan mendadak Hamas dan pembunuhan sekitar 1.200 warga sipil Israel pada 7 Oktober. Jepang tidak mengkritik serangan udara Israel di Gaza keesokan harinya, yang menewaskan sekitar 1.300 warga sipil Palestina.

Jepang telah melakukan upaya untuk tetap terpisah dengan menghindari dukungan langsung bagi kedua belah pihak. Mereka adalah satu-satunya anggota G-7 yang tidak berpartisipasi dalam pernyataan bersama yang menyatakan dukungan terhadap hak pertahanan diri Israel serta perlindungan warga sipil. Kepala Sekretaris Kabinet Matsuno Hirokazu menjelaskan bahwa “enam negara anggota adalah korban penculikan dan korban jiwa,” tidak seperti Jepang.

Hal ini kemudian diikuti oleh Jepang yang abstain dari resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan.

Menteri Luar Negeri Jepang Kamikawa Yoko menjelaskan bahwa dia mendukung beberapa isi resolusi tersebut namun secara keseluruhan resolusi tersebut kurang seimbang dalam hal kecaman keras terhadap serangan teroris. Ia juga mengkritik konten yang dikirimkan dari Yordania, yang menurutnya bias dan berpihak pada Palestina.

Editor : Yossi