OPINI: Nisya,Mahasiswi Psikologi Islam IAIN SAS BABEL
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Maraknya kasus penganiayaan terhadap pasangan adalah fenomena yang mengejutkan dan memprihatinkan dalam masyarakat saat ini. Kekerasan dalam rumah tangga, terutama terhadap pasangan, merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan mengakibatkan dampak yang merusak bagi individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam memahami masalah ini secara mendalam, Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap maraknya kasus penganiayaan terhadap pasangan, mulai dari faktor sosial, budaya, ekonomi, hingga individu. Salah satu faktor utama adalah ketidaksetaraan gender yang masih dominan di banyak masyarakat. Budaya patriarki menempatkan pria dalam posisi superior dan wanita dalam posisi subordinat, yang dapat mengarah pada kontrol berlebihan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pria terhadap pasangan mereka. Norma-norma sosial yang membenarkan atau bahkan membiarkan kekerasan dalam rumah tangga juga berkontribusi terhadap terjadinya kasus-kasus ini. Misalnya, stigma terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dapat membuat mereka enggan melaporkan kasus ke polisi atau mencari bantuan.
Selain faktor sosial dan budaya, faktor ekonomi juga dapat memainkan peran dalam terjadinya kasus penganiayaan terhadap pasangan. Korban kekerasan dalam rumah tangga sering kali terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketergantungan ekonomi terhadap pelaku kekerasan, yang membuat mereka sulit untuk meninggalkan hubungan yang berbahaya. Kurangnya akses terhadap sumber daya ekonomi juga dapat meningkatkan risiko penganiayaan terhadap pasangan, terutama bagi mereka yang bergantung pada pasangan mereka untuk kehidupan mereka.
Faktor-faktor individual juga dapat termasuk salah satu kontribusi terhadap terjadinya kasus penganiayaan terhadap pasangan. Misalnya, masalah kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan kepribadian dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, penggunaan akohol atau obat-obatan juga dapat memperburuk situasi, meningkatkan kecenderungan seseorang untuk menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan konflik.
Dampak dari kasus penganiayaan terhadap pasangan bisa sangat merusak, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Korban sering kali mengalami cedera fisik yang parah, yang dapat mengakibatkan cacat permanen atau bahkan kematian. Namun, dampak psikologis dari kekerasan dalam rumah tangga sering kali lebih sulit untuk diukur. Korban mungkin mengalami trauma yang mendalam, merasa takut, malu, atau bersalah, dan mengalami gangguan mental seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, atau gangguan kecemasan.
Selain dampak pada individu, kasus penganiayaan terhadap pasangan juga memiliki dampak yang luas pada masyarakat secara keseluruhan. Kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan kerusakan pada hubungan keluarga dan menyebabkan ketidakstabilan dalam lingkungan rumah tangga. Anak-anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga juga dapat mengalami dampak yang serius, baik secara emosional maupun psikologis, yang dapat berlanjut hingga masa dewasa dan mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Untuk mengatasi maraknya kasus penganiayaan terhadap pasangan, diperlukan langkah-langkah yang komprehensif dari berbagai pihak. Pertama-tama, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga dan menghapus stigma terhadap korban kekerasan. Ini dapat dilakukan melalui kampanye sosial, pendidikan, dan pelatihan untuk mengenali dan melaporkan tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, perlu ada upaya untuk memperkuat sistem perlindungan bagi korbankekerasan dalam rumah tangga, termasuk layanan dukungan krisis, konseling, perlindungan hukum, dan tempat perlindungan sementara. Pemerintah juga harus memastikan penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku kekerasan dan memberlakukan undang-undang yang melindungi hak-hak korban.
Selain upaya penegakan hukum, pendekatan pencegahan juga penting dalam mengatasi masalah ini. Ini bisa melibatkan pendidikan tentang hubungan sehat dan non-kekerasan di sekolah, program intervensi untuk pelaku kekerasan, dan dukungan untuk mengatasi faktor-faktor risiko seperti ketidaksetaraan gender dan kemiskinan.
Terakhir,yang perlu dilakukan adalaha pentingnya untuk mengakui bahwa mengatasi maraknya kasus penganiayaan terhadap pasangan membutuhkan kerja sama antar semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga kesehatan, dan masyarakat secara keseluruhan. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat membangun masyarakat yang aman, inklusif, dan menghormati hak asasi manusia bagi semua individu, tanpa memandang gender, status ekonomi, atau latar belakang sosial.