OPINI : Azam, Mahasiswa Junalistik Islam IAIN SAS Babel
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Pelecehan seksual terhadap anak semakin marak terjadi, dengan mayoritas pelaku adalah orang dewasa, ironisnya banyak dari mereka sudah menikah dan memiliki istri. Dilansir dari situs web resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, definisi pelecehan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Pada Januari 2024, terungkap satu kasus seorang siswi SMP yang diperkosa oleh sembilan pria, lima di antaranya adalah orang dewasa dan empat lainnya adalah anak-anak. Dilansir dari situs web AntaraNews, kuasa hukum korban, Asmara Dewo, S.H., mengatakan bahwa kekerasan seksual tersebut terjadi dalam rentang waktu November 2023 hingga Januari 2024 yang membuat korban hamil dan trauma berat.
Kasus pelecehan seksual juga terjadi di institusi pendidikan Islam seperti pondok pesantren di Kabupaten Banjar. Dilansir dari situs web Divisi Humas Polri, tersangka dengan inisial MRF telah mencabuli santriwatinya.
Kita perlu merenungkan mengapa kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin meningkat. Jika tidak ditindaklanjuti, hal ini dapat merusak generasi bangsa. Masa depan anak-anak, yang diharapkan menjadi tonggak perkembangan peradaban Indonesia, justru dirusak mentalnya oleh oknum-oknum bejat.
Pendidikan seks masihlah menjadi hal yang tabu untuk dibahas, padahal seharusnya sudah diajarkan sejak dini sehingga anak-anak mengetahui bagaimana cara menghadapi dan menghindari pelecehan seksual. Sesuai dengan Deklarasi Universal HAM, Pasal 3 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu” (UU No. 39/1999 tentang HAM). Kemudian, Pasal 9 berbunyi, “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.” Dan, Pasal 33 ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.”
Menurut saya, pendidikan seksual untuk menghindari berkembangnya kasus pelecehan terhadap anak sangatlah penting bagi siapa pun dalam rangka menjaga mental dan psikis anak sebagai tonggak perkembangan peradaban di Indonesia. Selain itu, dengan berkurangnya kasus pelecehan seksual terhadap anak dapat meningkatkan rasa aman bagi orang tua untuk memasukkan anaknya ke suatu institusi pendidikan. Seperti yang sudah saya singgung di atas, institusi pendidikan berbasis Islam seperti pondok pesantren juga tidak lepas dari potensi terjadinya kasus-kasus tersebut. Meskipun demikian, saya yakin tidak semua pondok pesantren melakukan hal seperti itu, hanya saja ada beberapa oknum yang tidak memiliki jiwa kemanusiaan dan etika yang melakukan hal-hal keji tersebut.