OPINI : Okta Renaldi-Formature/Ketua Umum HMI Cabang Babel Raya
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Setiap manusia memiliki hak-hak pribadi yang harus dihormati. Individu yang bersangkutan juga bertanggung jawab untuk memenuhi kepentingannya, baik yang bersifat material untuk
kebahagiaan di dunia hingga yang menyangkut keselamatan dan kebahagiaannya di akhirat. Namun, pada saat yang sama manusia bertanggung jawab mewujudkan kepentingan bersama. Kalimat ini dipandang layak dijadikan pijakan untuk meluruskan perilaku tamak dan serakahnya manusia yang diberikan instrumen kekuasaan, namun dipergunakan untuk melakukan giat-giat kebiadaban.
Desas – desus pertambangan di laut Desa Batu Beriga kembali menjadi sorotan publik. Baru-baru ini Senin 3 Maret 2025 masyarakat Batu Beriga dihebohkan dengan kehadiran aparat kepolisian berjumlah ratusan personil dengan dalih kehadiran sebagai pengamanan dari upaya adanya aktifitas pertambangan, Rencana tersebut tentunya banyak menuai kontra di tengah tengah masyarakat, bahkan masyarakat seolah-olah menjadi teroris dikediaman mereka sendiri.
Dampak lingkungan dan kesejahteraan ekonomi warga sekitar menjadi dasar utama adanya penolakan, sehingga menyikapi hal ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Babel Raya menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan mendampingi masyarakat dalam menjaga kedaulatan mereka dari perencanaan dan pelaksanaan tambang yang merugikan.
Dalam firman Allah SWT telah dijelaskan ; ″Dan apabila dikatakan kepada mereka, janganlah berbuat kerusakan dimuka bumi, mereka menjawab sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadari‶ (Q.S. Al-Baqarah : 11-12). Ayat ini mengingatkan kita bahwa orang-orang musyrik telah diperintahkan untuk tidak melakukan kerusakan dimuka bumi akibat dari kelakuan yang tamak dan tidak berkecukupan, sehingga penting untuk kita bersama menjaga alam semesta agar tidak termasuk menjadi golongan orang-orang yang musyrik.
HMI Cabang Babel Raya memandang PT Timah baiknya memperbaiki kinerjanya,mengevaluasi aparaturnya ketimbang memfokuskan diri untuk mengejar jumlah produksi dan memaksakan beroperasinya aktifitas pertambangan diwilayah yang masyarakatnya tidak menginginkan kehadiran tambang karena mereka menganggap hadirnya aktifitas tambang tidak menguntungkan dan cenderung banyak kemudhoratan didalamnya. Jika komitmen upaya perbaikan tata kelola PT timah mendorong munculnya skema pengelolaan dilakukan oleh pihak BUMDES dengan dalih keterlibatan masyarakat contoh dilapangan sudah cukup menjawab dengan kongkrit bahwa lebih dari 80% masyarakat menolak adanya aktifitas tambang diwilayah mereka.
Secara prosedural masih banyak hal yang belum bisa dipenuhi oleh PT timah. Semisal, berkaca pada aktifitas pertambangan yang telah dilangsungkan oleh PT Timah masih banyaknya praktik tambang yang jauh dari kaidah-kaidah goodmining practice, upaya pemulihan lingkungan luput dari pelaksanaan, belum lagi soal pemenuhan perjanjian kesepakatan kesesuaian pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) dilaut Beriga yang belum bisa terpenuhi dalam mencegah terjadinya konflik sosial. Fakta dilapangan terjawab bahwa konflik sosial akan terus terjadi apabila PT Timah cenderung eksklusif dan memaksakan kehendak untuk dapat melangsungkan aktifitas pertambangan diwilayah laut beriga, mengingat baik persoalan lingkungan maupun ekonomi dipandang jauh dari kata kesejahteraan. Dalam hal ini seharusnya kehadiran PT timah sebagai anak perusahaan BUMN mengedepankan asas kebermenfaatan dalam mengakomodir kepentingan rakyat yang harus menjadi prioritas utama, bukan hanya kepentingan segelintir pihak yang ingin mengambil keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam.
Lebih dari itu, jika melihat rentetan beberapa peristiwa kebelakang, Melalui beberapa proses advokasi baik audiensi maupun aksi demonstrasi yang telah di lakukan,apa yang di sampaikan oleh masyarakat desa beriga pun masih tetap sama yaitu menolak adanya aktivitas tambang di laut desa batu beriga.
Berkaca terhadap kasus PT Timah terkait tata kelola pertambangan timah sampai dengan hari ini tak kunjung terselesaikan dengan baik, PT Timah hari ini seolah olah lebih memfokuskan pada wilayah keuntungan yang di rasakan oleh segelintir kelompok saja, bukan memfokuskan pada wilayah perbaikan atas dampak kerusakan yang dilakukan akibat adanya aktivitas tambang oleh PT Timah maupun mitra kerjanya.
Di Bulan Suci Ramadhan kali ini, seharusnya menjadi momen penuh berkah dan ketenangan bagi umat Muslim,akan tetapi PT Timah malah membuat kegaduhan dengan memperlihatkan arogansinya untuk terus memaksakan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan. Jika memang Direktur Utama PT Timah tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik,maka lebih baik ia secara sadar untuk mundur dari jabatannya .
Sudah seharusnya PT Timah bisa menghentikan segala bentuk gangguan terhadap ketertiban dan kehidupan masyarakat di Desa Batu Beriga. Sikap dari PT Timah untuk terus memaksakan pertambangan di wilayah yang jelas-jelas mendapat penolakan dari mayoritas warga hanya akan memperburuk situasi dan memperbesar konflik sosial. Kehadiran ratusan aparat kepolisian bukanlah solusi, justru semakin menegaskan betapa PT Timah lebih mementingkan kepentingan bisnis dibanding kesejahteraan rakyat.
Lebih dari itu, Masyarakat desa batu beriga pun sampai dengan hari masih tetap konsisten menolak akan adanya aktivitas tambang di laut mereka, kalaupun PT Timah masih tetap memaksa menambang di laut desa beriga, maka organizir untuk tetap menyatukan kekuatan civil society akan terus dilakukan, dan bukan tidak mungkin menyerukan untuk PT timah angkat kaki dari bumi serumpun sebelai karena kemuakan akibat kemarukan sudah merajalela dimana-mana.