Memilah Makna Khilafah

Opini

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar

Kata “khilafah” kata yang sudah familiar di kalangan umat Islam seluruh dunia dan non muslim di Barat. Umat Islam mengenal kata khilafah dari hadis-hadis Nabi Saw dan kitab-kitab turats. Sedangkan Barat mengenal khilafah dari sejarah interaksi mereka dengan kekhilafahan di Arab, Andalusia dan Turki.

Di Indonesia kata khilafah dipopulerkan kembali oleh Hizbut Tahrir (HTI). Memang ada beberapa gerakan Islam lain yang memiliki cita-cita ingin mendirikan khilafah, namun tidak semassif, sesistematis, dan sestruktur HTI dalam mengopinikan khilafah di ruang-ruang publik.

Celakanya HTI sembarangan menggunakan kata khilafah. Campur aduk. Tumpang tindih. Tanpa memperhatikan konteks. Membuat makna khilafah menjadi simpang siur sehingga membingungkan orang awam.

Sebagai partai politik yang bekerja berdasarkan agitasi, provokasi dan propaganda, HTI memang tidak terlalu berkepentingan dengan kebenaran, ketepatan dan kesesuaian makna dari kata khilafah. HTI hanya ingin mendelegitimasikan negara dan pemerintah Indonesia dengan isu khilafah.

Penting dan perlu kiranya kita memilah-milah makna di balik kata khilafah dalam narasi-narasi mereka. Berikut ini beberapa makna khilafah yang saya inventarisir dari narasi-narasi HTI beserta klarifikasinya dari persepektif keindonesiaan.

  1. Khilafah pengganti dari kata khalifah di dalam al-Qur’an dan hadis. Jika demikian maka 270 juta orang Indonesia adalah khilafah. Karena kata khalifah dan khilafah di dalam al-Quran dan hadis merujuk kepada makna orang (person, actor, agency), bukan sistem.
  2. Khilafah dalam konteks negara (sulthan, daulah, mulk) secara umum, maka Indonesia termasuk khilafah, karena Indonesia adalah negara, bukan organisasi sekelas RT/RW.
  3. Khilafah dalam konteks adanya aktivitas suksesi kepemimpinan (nashbul imam), maka Indonesia termasuk khilafah, karena di Indonesia ada aktivitas nashbul imam dalam bentuk Pilpres, Pilgub, Pilwako dan Pilbup.
  4. Khilafah dalam konteks nizhamul hukmi (sistem pemerintahan), maka Indonesia adalah khilafah karena Indonesia memiliki sistem pemerintahan.
  5. Khilafah dalam konteks penerapan syariah, maka Indonesia termasuk khilafah. Syariah diterapkan secara proporsional mengikuti tuntunan dan tuntutan ijtihad fiqhiyah yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga fatwa seperti Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa MUI, LBM PBNU, Majlis Tarjih Muhammadiyah, Dewan Hisbah Persis, Majlis Fatwa DDII, dll. Ada yang diformalisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan, ada juga yang tidak. Yang tidak diundangkan bukan berarti pelarangan terhadap penerapan syariah, melainkan untuk memberi keleluasaan kepada umat dalam mengamalkan syariah.
  6. Khilafah dalam konteks capaian kemajuan sains dan teknologi (peradaban), maka Indonesia termasuk khilafah. Di Indonesia ada puluhan ribuan saintis dari berbagai disiplin ilmu, ada ribuan perguruan tinggi, ada ratusan lembaga riset, ada puluhan industri strategis.
  7. Khilafah dalam konteks pelindung umat (junnah). Maka Indonesia termasuk khilafah, karena seluruh rakyat Indonesia termasuk aktivis HTI tanpa memandang SARA dilindungi, diayomi, dijaga keamanannya dan dijamin hak hidupnya oleh pemerintah Indonesia melalui kementerian/lembaga, BIN, TNI dan Polri.
  8. Khilafah dalam konteks ukhuwah islamiyah wa insaniyah maka Indonesia adalah khilafah. Indonesia terlibat aktif dalam mendamaikan negara-negara muslim dan non muslim yang sedang bertikai seperti di Filipina-Moro, Afghanistan, dll. Mengirim pasukan perdamaian. Seperti ke Lebanon. Indonesia selalu memberi bantuan kemanusiaan kepada negara-negara muslim dan non muslim yang terkena bencana. Seperti Palestina, Turki, India, dll. Semua dalam rangka menunaikan akad-akad perjanjian bilateral, regional dan internasional.
  9. Khilafah dalam konteks khilafah rasyidah atau khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua, maka sesuai bisyarah nubuwwah akan tegak di Arab (Jazirah Arab-Syam), bukan di Indonesia.
  10. Khilafah dalam konteks Khilafah Tahririyah (khilafah yang sedang diperjuangkan oleh HTI).

Oleh karena Indonesia sudah termasuk khilafah dalam konteks khalifah secara personal, kekuasaan secara umum, pemilihan dan pengangkatan pemimpin, sistem pemerintahan, penerapan syariah, tempat berkembangnya sains dan teknologi (peradaban), pelindung umat, khilafah dalam konteks ukhuwah islamiyah dan bukan tempat berdirinya khilafah rasyidah yang kedua.

Maka khilafah dalam konteks Khilafah Tahririyah dilarang ada dan diadakan; Sebab tidak boleh ada khilafah di dalam khilafah, khilafah di atas khilafah, dan khilafah menghilangkan khilafah.

Berdasarkan hadis;

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا

“Jika dibaiat dua orang khalifah, bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim, Ahmad, dan Abu ‘Awanah).

Dalam hal ini Presiden RI sebagai khalifah pertama yang dibai’at, sedangkan Amir Hizbut Tahrir yang kedua.