OPINI: Budi, Staff IKP Kominfo Babel
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Berinteraksi di ruang digital memiliki sifat tiada batas. Setiap individu diberikan kesempatan untuk berinteraksi melalui platform media sosial dengan banyak orang yang memiliki kultur atau budaya, standar berpikir, dan latar belakang (suku, geografis, agama) berbeda.
Dengan kehadiran platform media sosial, mampu memangkas hambatan ruang dan waktu untuk berinteraksi. Namun, timbul konsekuensi dari semua kelebihan ini, yang disebabkan kurangnya kontrol terhadap diri saat berinteraksi secara digital jika dibandingkan dengan saat berinteraksi secara langsung. Antara lain sifat anonim yang membuat sebagian pengguna merasa tidak memiliki konsekuensi atas perilakunya di ruang digital.
Maka, tak heran belakangan ini timbul isu perpecahan antar umat beragama yang berawal dari provokasi melalui media sosial. Ada beberapa oknum yang sengaja memancing amarah melalui isu SARA di media sosial, yang disebabkan oleh perbedaan pendapat, yang mana itu seharusnya pendapat saling menghormati, bukannya saling memaki.
Di lain waktu, intoleransi bisa muncul dalam bentuk disinformasi yang disebarluaskan dengan tujuan mempengaruhi opini publik. Dalam kasus lainnya, pelebaran perbedaan bisa menciptakan polarisasi dalam pandangan politik, yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas sosial.
Hal itu menyebabkan toleransi mulai terganggu dengan maraknya propaganda radikalisme, ujaran kebencian dan kebohongan di dunia maya. Banyak contoh kasus aksi persekusi, aksi radikalisme, bahkan aksi terorisme yang dipicu oleh provokasi di media sosial dan dunia maya.
Padahal jika setiap pengguna media digital memiliki sikap dan perilaku yang berdasarkan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, maka akan lahir masyarakat digital Indonesia yang sehat dan produktif.
Kita juga harus memiliki pemahaman bahwa interaksi di dunia maya atau internet harus diperlakukan sama seperti halnya masyarakat berkomunikasi di dunia nyata. Maka dari itu, masyarakat tetap harus menjaga etika saat berselancar dan menyelami dunia maya selayaknya tengah melakukan komunikasi dengan masyarakat di lingkungan sosial sehari-hari.
Terdapat 5 tips aman berinteraksi untuk menjaga toleransi di ruang digital, antara lain:
1. Gunakan bahasa yang sopan
Selalu gunakan bahasa yang sopan saat berinteraksi di ruang digital. Lihat kembali kepada siapa kita berinteraksi, apakah guru, dosen, orang yang lebih tua, atau teman.
2. Bijak dalam menyebarkan informasi
Jangan asal berbagi unggahan di media sosial. Namun saring segala informasi sebelum menyebarkanya dan ketahui bahwa hal tersebut benar.
3. Buat konten daripada komen
Buat konten yang produktif, daripada lebih banyak mengomentari unggahan orang lain yang tidak bermanfaat isinya.
4. Belajar menghargai orang lain
Ketika sedang ada di ruang digital, di rapat virtual atau live streaming hargailah waktu orang yang sedang berbicara.
5. Instropeksi
Sebelum posting, selalu bertanya kepada diri sendiri apakah unggahan yang disebarkan bersifat positif dan bermanfaat untuk orang lain ketahui? Jika tidak ada manfaatnya sebaiknya urungkan niat tersebut.
Pada intinya, kesadaran akan pentingnya etika moral sebagai landasan dalam pergaulan di ruang digital juga merupakan hal wajib. Bijaklah berkomunikasi digital dengan menghargai perasaan dan memperlakukan pengguna ruang digital lain secara baik serta menerapkan kesantunan.
Disisi lain, untuk mengatasi masalah intoleran di ruang digital, platform media sosial harus mengimplementasikan kebijakan ketat untuk melawan pelebaran intoleransi dan mendukung dialog yang konstruktif. Misalnya menghapus konten yang merugikan dan merusak, serta memblokir atau menghukum akun yang secara teratur menyebarkan intoleransi. Selain itu, platform-platform ini juga dapat mempromosikan dialog yang konstruktif dengan mengadakan diskusi dan forum yang mendorong berbagai pandangan.
Akhirnya, tanggung jawab juga ada pada masyarakat. Masyarakat juga harus aktif berperan dalam mempromosikan toleransi dan saling pengertian di media sosial. Ini bisa dilakukan dengan cara memoderasi komentar dan konten yang merugikan, serta berpartisipasi dalam diskusi positif. Jika kita semua aktif berperan dalam membentuk lingkungan online yang lebih positif dan inklusif, maka kita dapat bersama-sama mengatasi intoleransi di media sosial.
Babelsemakincakapdigital
WujudkanIndonesia Sentris
BabelsemakincakapdigitalWujudkanIndonesiaSentris
Toleransi
Penulis: Budi
Foto : Saktio/net
Editor : Lulus