Hoaks Bertebaran di Media Sosial? Berikut Tipsnya Agar Terhindar

Opini

OPINI: Lisia Ayu, Staff IKP Kominfo Babel

Berita bohong atau hoaks, saat ini sangat banyak bertebaran di berbagai platform media sosial. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hoaks diartikan sebagai berita bohong. Hoaks yaitu informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya, hoaks juga terkadang dibuat seakan-akan berita tersebut benar. Hoaks juga diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan akan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Presiden Joko Widodo saat membuka program nasional ”Indonesia Makin Cakap Digital” secara virtual, Kamis (20/05/2021) mengatakan bahwa tantangan di ruang digital di tanah air saat ini semakin besar. Konten-konten negatif terus bermunculan, kejahatan di ruang digital terus meningkat. Hoaks, penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, perundungan siber, ujaran kebencian, dan radikalisme berbasis digital perlu terus diwaspadai karena mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Menjadi tanggung jawab bersama untuk meningkatkan kecakapan digital masyarakat Indonesia agar terhindar dari hoaks dan menciptakan suasana positif di media sosial yang lebih bersifat edukatif dan mempererat persatuan dan kesatuan.

Untuk itu, sebagai pembaca atau pengguna media sosial, perlu adanya sikap kritis dengan tidak langsung memercayai informasi yang didapat. Periksa dahulu sumber data dan berita, untuk mengecek kebenarannya.

Ada beberapa jenis hoaks yang sering beredar di media sosial, seperti berikut ini:

  1. Hoaks proper, yakni dalam definisi termurninya adalah berita bohong yang dibuat secara sengaja. Pembuatnya tahu bahwa berita tersebut bohong dan bermaksud untuk menipu orang dengan beritanya;
  2. Judul Heboh namun tak sama dengan isi berita, banyak pengguna media sosial memiliki kebiasaan buruk, dimana hanya membaca judul berita (headline) tapi tidak membaca lengkap isi berita. Untuk memikat, judul sengaja dibuat seheboh mungkin, padahal isinya benar namun judul tak sama dengan isi tulisan;
  3. Berita benar namun dalam konteks menggiring opini yang menyesatkan, terkadang berita benar yang sudah lama terbit, sengaja diedarkan lagi di media sosial seakan-akan berita tersebut baru saja terjadi, jika pengguna media sosial tidak mengecek ulang kebenaran waktunya maka akan termakan hoaks.

Lalu bagaimana cara untuk menghindari agar tidak terpapar hoaks di media sosial? Dikutip dari kominfo.go.id, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar terhindar dari hoaks seperti berikut ini:

  1. Hati-hati dengan judul provokatif.
    Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.
  2. Cermati alamat situs.
    Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43 ribu situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
  3. Periksa fakta.
    Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
  4. Cek keaslian foto.
    Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
  5. Ikut serta grup diskusi anti hoaks.
    Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoaks, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoaks (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi ini, pengguna media sosial bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoaks atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Nah, dengan mengikuti langkah-langkah tersebut semoga tidak ada lagi pengguna media sosial yang terpapar hoaks. Sebagai pengguna media sosial, sikap skeptis diperlukan, agar kita tak langsung percaya terhadap suatu informasi dan bahkan langsung membagikan informasi tersebut.

Babelsemakincakapdigital

WujudkanIndonesia Sentris

BabelsemakincakapdigitalWujudkanIndonesiaSentris

CegahHoaks


Foto: Lastriasi
Editor: Intan