OPINI: Nona DP, Staff IKP Kominfo Babel
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Indonesia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, tingkat sosial, budaya, hingga agama, sehingga menghasilkan keragaman yang luar biasa sebagai identitas negara dan Pancasila sebagai landasan Ideologi Negara.
Menarik untuk dikupas lebih lanjut tentang bagaimana sosial budaya dalam mewujudkan “Indonesia Sentris”, dimana masih terdapat kecenderungan hingga kini untuk mengutamakan kepentingan kelompok atau individu tertentu diatas yang lain.
Dari sisi budaya, Indonesia Sentris dapat terwujud dengan menjaga keberlanjutan dan keberagaman warisan budaya sebuah negara. Tentu pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan, program, dan langkah-langkah strategis guna melestarikan serta mempromosikan kekayaan budaya yang menjadi identitas nasional. Program-program seperti revitalisasi seni tradisional, pendanaan bagi komunitas seniman lokal, dan promosi budaya melalui berbagai platform nasional dan internasional perlu terus diperkuat.
Upaya bersama dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan menjadi perlu untuk menjaga keberagaman budaya sebagai kekayaan bangsa. Bersama melaui langkah-langkah nyata, seperti pengetatan regulasi, penguatan kurikulum pendidikan yang inklusif, dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan, sehingga Indonesia dapat melangkah dengan tetap mempertahankan budaya yang berkelanjutan, sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Di Bangka Belitung (Babel), sikap yang konkret ternyata telah dilaksanakan dengan sangat kolaboratif. Bersama Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Republik Indonesia dan Lembaga Adat Babel pernah menggelar kegiatan Rembuk Budaya Provinsi Kepulauan Babel 2023 sebagai salah satu upaya dalam menyiapkan langkah strategis pemajuan kebudayaan di daerah itu.
Rembuk Kebudayaan ini diikuti oleh perwakilan dari seluruh Kabupaten/Kota. Mereka adalah para pelaku budaya, perwakilan pemerintah, akademisi, kelompok dan komunitas budaya serta penggiat budaya, seniman, pemerhati sejarah yang ada di daerah tersebut. Adapun yang dihasilkan dari pertemuan tersebut adalah naskah yang berisikan rumusan rekomendasi dan rencana aksi yang betul-betul menjawab komitmen dan menjadi solusi, arah dan strategi pemajuan kebudayaan di Babel.
Tindaklanjutnya adalah dideklarasikan pada malam kebudayaan dan diserahkan kepada pihak pemerintah sebagai pengampu urusan kebudayaan tingkat Provinsi Babel dan Pemerintah Pusat.
Ini tentu sejalan dengan kemampuan tiap daerah agar dapat setara dengan daerah lain secara nasional. Kesiapan ini tidak serta merta didapat, tetapi justru dari tangan masyarakat di daerah agar bisa menyetarakan diri melalui berbagai aspek. Terlebih diantara globalisasi yang begitu pesat, kekhawatiran akan kontaminasi budaya asing yang sulit kita hindari, setidaknya budaya belanda atau jepang karena historiografi Indonesia.
Selain itu, peluang lain juga didapatkan oleh masyarakat Babel, misal ragam kebudayaan yang ada bisa masuk dalam kalender nasional dan berdampak pada ekonomi masyarakat ketika kebudayaan ini malah menjadi daya tarik turis baik nasional maupun internasional, juga pemanfaatan digitalisasi memungkinkan masyarakat bisa mempertontonkan kebudayaannya sebagai bukti bahwa masyarakat Babel Semakin Cakap Digital, Wujudkan Indonesia Sentris.
Sementara dari sisi tingkat sosial, visi Indonesia Sentris untuk mewujudkan keadalian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dilaksanakan Presiden Jokowi dengan membangun Indonesia dari pinggir, yang pada akhirnya pembangunan akan terus dilakukan di seluruh Tanah Air.
Jika konsep Pembangunan Indonesia yang digagas Presiden Jokowi ini dinilai sebagai wujud nyata. Bagaimana dengan dampaknya terhadap Babel? atau setidaknya, sebagai masyarakat di wilayah kepulauan seperti Babel ini, apa kesejahteraan atau keadilan sosial yang harus dilakukan bersama-bersama dalam mewujudkan ke dalam Indonesia Sentris?
Disamping itu, penting untuk memahami bahwa tingkat sosial erat sekali kaitannya dengan kesejahteraan dan ekonomi, artinya ketika ekonomi (misalnya perekonomian meningkat karena tingkat pekerjaan baik) maka seseorang akan sejahtera dan tentunya akan meningkat pula kedudukannya dimata sosial.
Selain itu, masyarakat perlu menyadari bahwa wujud keadilan sosial yang dimaksud dalam konsep “Indonesia Sentris”. Contohnya adalah seleksi pengadaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) yang diperuntukan bagi setiap Warga Negara Indonesia (WNI) dan semuanya mempunyai kesempatan yang sama, yang tujuannya bukan hanya menghasilkan ASN yang akuntabel, tetapi juga dilaksanakan dengan sangat transparan.
Jika kita semua menyadari bahwa dari contoh penerapan seleksi CASN ini adalah salah satu wujud Indonesia Sentris, maka Sumber Daya Manusia (SDM) dari setiap daerah di Indonesia memiliki kesempatan meningkatkan kehidupan sosialnya. Bukan hanya seleksi CASN untuk pemerintah pusat, kesempatan yang diberikan kepada setiap WNI juga untuk bisa mengikuti seleksi CASN di daerah walau bukan putra daerah.
Tentunya kita pernah mendengar bahwa tiap daerah masih memiliki ego kesukuan, dimana kelompok atau individu dengan latar belakang tertentu memiliki pemikiran untuk tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk maju.
Kita ambil contoh tentang stigma karir seorang pemimpin dalam pemerintahan sering diributkan, jika yang bersangkutan bukanlah seorang putra daerah. Jika kita kaitkan dengan penerapan Indonesia Sentris yang telah membuka selebar-lebarnya kesempatan yang sama untuk tiap WNI mengikuti seleksi CASN, maka ego kesukuan tentang putra daerah dengan sadar untuk tidak menjadi sumber keributan di tiap daerah.
Perlu kita sadari adalah diantara kesiapan pemerintah dalam menerapkan Indonesia Sentris, juga peran masyarakat menjadi hal yang sangat sensitif, karena jika tidak disadari bahwa sebenarnya Indonesia Sentris telah dirasakan tetapi tidak dijalankan dengan baik oleh masyarakat.
Poinnya adalah bagaimana tiap WNI meningkatkan kualitas diri agar siap bersaing untuk peningkatan sosial yang berdampak pada kesejahteraan ekonominya. Terlebih dengan cakap digital yang diterapkan pada contoh-contoh seleksi yang diadakan pemerintah, ini membuka peluang masyarakat untuk saling mengawasi pelaksanaannya.
Maka tidak adalagi stigma seperti orang dari daerah lain tidak boleh berkarir di Babel, atau orang Babel tidak bisa berkarir di IKN, karena kesempatan kita sebagai WNI adalah sama.