OPINI : Abdullah, Mahasiswa Jurnalistik Islam IAIN SAS Babel
PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Pelecehan seksual adalah suatu tindakan kejahatan yang dapat merugikan orang lain, bahkan menimbulkan rasa trauma pada korban. Pelecehan seksual ini sendiri bukan semata hanya tentang seks saja, tapi juga tentang penyalahgunaan otoritas, kekuasaan, meskipun pelaku ini mungkin mencoba meyakinkan korban dan dirinya sendiri bahwa perilaku pelecahan seksual ini dilakukan untuk ketertarikan seksual dan keinginan romantis semata saja. Pelecehan seksual sesungguhnya merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik atau kontak nonfisik yang menyasar kepada bagian tubuh seksual seseorang, tindakan ini sendiri bisa berupa siulan, main mata, komentar atau ucapan, colekan, sentuhan pada bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual kemudian yang membuat rasa tidak nyaman, tersinggung, atau merasa direndahkan. Namun kebanyakan, ini dilakukan terhadap laki-laki kepada perempuan. Selain itu juga ada kasus kekerasan dan pelecehan seksual perempuan kepada laki-laki, sesama jenis (baik itu sesama laki-laki ataupun perempuan) bahkan orang dewasa ke anak-anak. Pelecehan seksual terhadap anak ini adalah suatu bentuk dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual, bentuk pelecehan seksual terhadap anak memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin anak, menampilkan pornografi terhadap anak, kontak fisik terhadap alat kelamin anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak. Berdasarkan hukum, “pelecehan seksual anak” merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual. Biasanya pelaku pelecahan seksual terhadap anak-anak adalah orang yang dikenal oleh korban mereka seperti keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, ibu, paman, atau sepupu, juga kenalan lainnya seperti ‘teman’ dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang asing dalam kasus penyalahgunaan seksual anak. Seperti contoh kasus yang ada Di Indonesia, Tanggerang Selatan, 3 Juni 2024 – Seorang ibu muda berinisial R (22) ditangkap petugas kepolisian sebagai tersangka setelah membuat Vidio melecehkan anak kandungnya berjenis kelamin laki-laki. Kasus ini mencerminkan rendahnya kesadaran masyarakat tentang kekerasan terhadap anak.
Kronologi kasus ini dimulai seorang bernama Icha Shakila menawarkan perkerjaan kepada R melalui akun Facebook. Icha Shakila memintak R mengirimkan foto tanpa pakaian dengan iming-iming diberi uang sebesar Rp.15 juta. Karena ekonomi R terdesak, dia mengirim foto tersebut.
Icha Shakila kemudian memintak R membuat Vidio dengan konsep pornografi kepada anak kandungnya. R diancam akan foto bugilnya yang dikirim tadi jika tidak membuat Vidio tersebut. R pun membuat Vidio tersebut sesuai permintaan Icha Shakila, yang kemudian Viral di media sosial. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa pihak masih akan mendalami keterangan R dan mencari tahu sosok Icha Shakila.
“ keterangan tersangka ini akan didalami oleh penyidik, disandingkan dengan alat bukti lainya, “ ucapnya.
Untuk kasus ini R dapat dijerat Pasal berlapis tentang Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang pelindungan anak, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat asalkan terdapat bukti dan pemenuhan unsur perbuatan dalam hal memenuhi pasal percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 281 s.d. 296 KUHP atau Pasal 406 s.d. 423 UU 1/2023. Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masih menjadi masalah serius di masyarakat dan perlu diatasi dengan tindak tegas.
Dampak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak ini dapat berupa depresi, gangguan setres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, bahkan pelecehan seksual oleh anggota keluarga sendiri adalah bentuk inses yang dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang terutama dalam kasus inses orang tua.
Dalam contoh kasus ini, ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Yang pertama pendekatan individu, ini dilakukan untuk pencegahan pelecehan seksual, seperti memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, sosialisasi mengenai penyakit menular seksual dan perlindungan diri. Yang kedua, pendekatan perkembangan, ini seperti mengajarkan batasan untuk bagian tubuh yang bersifat pribadi pada anak dan mengajarkan batasan aktivitas seksual pada masa perkembangan anak. Dan yang ketiga adalah pendekatan hukum dan kebijakan mengenai pelecehan seksual seperti menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap tindakan kekerasan dan pelecehan seksual, menyediakan peraturan legal mengenai tindak kekerasan dan pelecehan seksual dan hukuman bagi pelaku sebagai perlindungan korban terhadap kekerasan dan pelecehan seksual ini.
Tindakan tersebut tentu hanya bersifat pencegahan, walaupun demikian setidaknya dengan melakukan upaya-upaya tersebut diharapkan kasus kekerasan dan pelecehan seksual dapat dicegah seoptimal mungkin.