Analisis pernikahan dini dikalangan remaja

Opini

OPINI : Siti Khotijah, Mahasiswi Psikologi Islam IAIN SAS Babel

PANGKALPINANG, Actadiurma.id – Pernikahan dini adalah praktik pernikahan yang melibatkan salah satu atau kedua pasangan yang masih di bawah usia pernikahan yang dianggap layak menurut hukum atau norma sosial setempat. Pernikahan dini sering kali terjadi di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang, dan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan bagi kedua pasangan yang terlibat. Saya percaya bahwa pernikahan dini tidak hanya merugikan secara fisik dan emosional bagi anak-anak atau remaja yang terlibat, tetapi juga menghambat kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Dikalangan remaja sekarang banyak terjadi kasus hal tersebut terutama juga dibangka, banyak dari mereka yang melakukan nikah diusia dini, tetapi tidak pernah memikirkan untuk resiko kedepannya. Menikah diusia dini menurut tanggapan saya hanya karena nafsu semata, karena banyak anak setelah menikah mereka bercerai. Karena mereka menikah diusia dini itu juga efek dari pergaulan bebas hingga mereka melakukan zina. Disitulah mereka disuruh untuk menikah diusia muda.Saya beranggapan juga bahwa setiap anak atau remaja itu memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, kesempatan untuk berkembang secara penuh, dan menjalani kehidupan yang sehat dan aman. Pernikahan dini seringkali menghambat hak-hak ini dan dapat menyebabkan siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan terus berlanjut.Penyebab dari hal tersebutAdapun beberapa faktor yang menjadi penyebab pernikahan dini dikalangan remaja saat ini, diantaranya yakni:

1.Pergaulan bebas: sebab dari remaja menikah diusia dini juga karena pergaulan bebas antara laki-laki dan Perempuan yang awalnya berpacaran hingga berujung pada perzinahan. Dari hal tersebut maka munculnya norma budaya, yakni mengharuskan seseorang itu menikan setelah terjadinya perzinahan atau kehamilan diluar nikah sebagai cara untuk mengembalikan kehormatan keluarga serta sebagai upaya untuk memperbaiki situasi yang terjadi.

2.Kurangnya pendidikan seksual: Banyak remaja belum mendapatkan pendidikan seksual yang memadai sehingga mereka kurang pemahaman tentang pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang.

3.Tekanan sosial: Tekanan dari lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat dapat membuat remaja merasa terpaksa untuk menikah karena anggapan bahwa menikah adalah tanda kedewasaan atau status sosial yang diharapkan.

4.Kondisi ekonomi: Beberapa remaja mungkin merasa terpaksa untuk menikah karena kondisi ekonomi yang sulit, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari stigma sosial terkait dengan kehamilan di luar nikah.

5.Pengaruh media sosial: Media sosial sering kali memberikan gambaran idealis tentang kehidupan pernikahan dan cinta romantis, yang dapat membuat remaja tergoda untuk menikah tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka secara keseluruhan.

6.Kurangnya akses terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi: Remaja yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi mungkin tidak menyadari risiko dan konsekuensi dari pernikahan dini, termasuk risiko kesehatan dan psikologis yang mungkin timbul.Efek samping Pernikahan dini memiliki berbagai efek samping yang dapat memengaruhi kesejahteraan fisik, emosional, sosial, dan ekonomi dari pasangan yang menikah pada usia yang terlalu muda.

Beberapa efek samping pernikahan dini antara lain:

1.Kesehatan fisik: Remaja yang menikah pada usia yang terlalu muda memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan fisik, seperti komplikasi kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, peningkatan risiko kematian maternal dan bayi, serta risiko penularan penyakit menular seksual.

2.Kesehatan mental dan emosional: Pernikahan dini dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental dan emosional, seperti depresi, kecemasan, stres, dan gangguan mental lainnya. Remaja yang menikah pada usia yang terlalu muda mungkin belum siap secara emosional untuk menghadapi tanggung jawab perkawinan.

3.Pendidikan dan karier: Pernikahan dini seringkali menghambat kesempatan remaja untuk menyelesaikan pendidikan mereka atau mengembangkan karier yang mereka inginkan. Hal ini dapat berdampak negatif pada masa depan ekonomi dan sosial pasangan yang menikah dini.

4.Hubungan sosial: Remaja yang menikah pada usia yang terlalu muda mungkin mengalami isolasi sosial karena mereka harus fokus pada hubungan perkawinan mereka daripada menjalin hubungan dengan teman sebaya atau keluarga. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam hubungan sosial mereka.

5.Ketergantungan ekonomi: Remaja yang menikah dini seringkali menghadapi masalah ekonomi karena mereka mungkin belum memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan pada pasangan atau keluarga, yang kemudian dapat menciptakan ketegangan dalam hubungan perkawinan.

6.Risiko perceraian: Pernikahan dini memiliki risiko lebih tinggi untuk berakhir dengan perceraian karena pasangan mungkin belum siap secara matang untuk menghadapi tantangan dan cobaan dalam hubungan perkawinan. Hal ini dapat menyebabkan konflik dan ketidakcocokan yang kemudian berujung pada perceraian.

Pernikahan dini menurut pandangan psikologi dan sosiologiDari sudut pandang psikologi, pernikahan dini dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada perkembangan psikologis individu yang terlibat. Anak atau remaja yang menikah pada usia yang terlalu muda mungkin belum siap secara emosional dan kognitif untuk menghadapi tanggung jawab dan tekanan yang datang dengan pernikahan. Mereka mungkin mengalami stres, kecemasan, depresi, dan masalah mental lainnya karena kurangnya kematangan emosional dan kognitif.Dari perspektif sosiologi, pernikahan dini juga dapat dilihat sebagai fenomena yang terkait dengan faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Pernikahan dini sering kali terjadi dalam konteks ketidaksetaraan gender, ketidakstabilan ekonomi, dan tekanan sosial dari keluarga atau masyarakat. Hal ini dapat memperkuat siklus kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan ketidakadilan sosial dalam masyarakat.Selain itu, pernikahan dini juga dapat memengaruhi hubungan sosial individu dengan lingkungan sekitarnya, termasuk keluarga, teman sebaya, dan komunitas. Pernikahan dini dapat membatasi kesempatan individu untuk berkembang secara sosial dan memperluas jaringan sosialnya, serta dapat memengaruhi kualitas hubungan interpersonal mereka.Secara keseluruhan, pandangan psikologi dan sosiologi menunjukkan bahwa pernikahan dini memiliki dampak yang kompleks dan multidimensional bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pernikahan dini dan mengambil langkah-langkah preventif untuk melindungi hak-hak anak dan remaja serta mempromosikan kesejahteraan mereka.

Cara mengatasi masalah tersebut
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pernikahan dini bagi remaja sekarang ini yakni:

  1. Pendidikan Seksual Komprehensif: Penting untuk memberikan pendidikan seksual yang komprehensif kepada remaja, termasuk informasi tentang pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang matang, kontrasepsi, kesehatan reproduksi, dan hubungan sehat.
  2. Penguatan Kesadaran Diri dan Kemandirian: Mendorong remaja untuk meningkatkan kesadaran diri, kemandirian, dan pengambilan keputusan yang baik terkait hubungan dan pernikahan. Memberikan pemahaman bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan pilihan hidup mereka sendiri.
  3. Pembangunan Keterampilan Sosial dan Emosional: Mengembangkan keterampilan sosial dan emosional remaja, seperti kemampuan berkomunikasi, mengelola emosi, dan memecahkan masalah secara konstruktif, agar mereka lebih siap menghadapi tekanan sosial terkait pernikahan.
  4. Penyediaan Akses Terhadap Layanan Kesehatan Reproduksi: Meningkatkan akses remaja terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman, terpercaya, dan ramah remaja, termasuk informasi tentang kontrasepsi, pencegahan kehamilan tidak diinginkan, dan kesehatan reproduksi secara umum.
  5. Advokasi dan Kampanye Publik: Melakukan advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko dan konsekuensi pernikahan dini, serta menggalang dukungan untuk kebijakan yang mendukung peningkatan usia pernikahan yang sesuai.
  6. Pembangunan Keterampilan Hidup: Memberikan pelatihan keterampilan hidup kepada remaja, seperti keterampilan finansial, karier, dan pengambilan keputusan yang tepat, agar mereka lebih siap menghadapi tantangan kehidupan dewasa.
    Dengan melakukan langkah-langkah tersebut secara komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat membantu mengurangi angka pernikahan dini di kalangan remaja dan memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

kesimpulan
dari opini tentang pernikahan dini adalah bahwa pandangan masyarakat sangat bervariasi tergantung pada konteks budaya, nilai-nilai tradisional, agama, dan faktor-faktor lainnya. Beberapa orang mendukung pernikahan dini karena alasan moral, budaya, atau agama, sementara yang lain menentangnya karena melihatnya sebagai pelanggaran hak anak dan ketidaksetaraan gender. Ada juga yang netral atau tidak peduli, serta mereka yang mengambil pendekatan kontekstual untuk memahami penyebab pernikahan dini.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa pernikahan dini adalah isu kompleks yang memerlukan pemahaman mendalam terhadap berbagai sudut pandang dan faktor-faktor yang memengaruhi. Penting untuk mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan budaya di mana pernikahan dini terjadi sebelum membuat penilaian atau kebijakan terkait.