Ketika Kemiskinan Hancurkan Masa Depan Anak, Refleksi Kasus ARP

Opini


OPINI : Achmad Syabran Rofe Andani, Mahasiswa Psikologi Islam IAIN SAS Babel

PANGKALPINANG, Actadiurma.idMelihat kasus yang sedang viral baru baru ini, di kutip dari COMPAS.com kasus seorang anak berinisial ARP(13) yang mengalami depresi karena handphone dan sepeda yang dibeli dari hasil menabung dari kecil yang dijual oleh ibunya karena keadaan ekonomi yang sulit, terutama karena suaminya sudah 8 bulan tidak mengirim
uang dari pekerjaannya di luar kota. Kasus anak berinisial ARP yang mengalami depresi setelah HP dan sepedanya
dijual oleh ibunya, Siti Anita, karena kondisi ekonomi yang mendesak, mengungkap
beberapa isu mendasar dalam masyarakat kita. Kejadian ini bukan hanya tentang
kehilangan barang material, tetapi lebih dalam lagi tentang dampak psikologis dan
sosial yang timbul dari kemiskinan dan kurangnya dukungan ekonomi. Pertama, kasus ini menunjukkan betapa rentannya kesehatan mental anak-anak
terhadap perubahan drastis dalam kehidupan sehari-hari mereka. ARP, yang masih
berusia 13 tahun, mengalami perubahan perilaku yang signifikan setelah kehilangan
HP-nya, yang merupakan hasil dari tabungan dan usaha pribadinya. Ini menandakan
bahwa anak-anak memiliki keterikatan emosional dengan barang-barang yang mereka
usahakan sendiri, dan kehilangan tersebut bisa merusak stabilitas emosional mereka. Kedua, keputusan Siti Anita untuk menjual HP anaknya karena kebutuhan
ekonomi menunjukkan realitas pahit yang dihadapi banyak keluarga di Indonesia. Ketika kepala keluarga tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar, ibu rumah tangga
sering kali terpaksa mengambil langkah drastis demi kelangsungan hidup keluarga. Hal ini tidak hanya membebani anak, tetapi juga menambah beban mental sang ibu
yang harus membuat keputusan sulit.
Namun, ada sisi positif dari kejadian ini, yaitu respon dari masyarakat dan
pemerintah. Setelah kasus ini menjadi viral, banyak pihak yang memberikan bantuan, termasuk staf kepresidenan yang mendukung perawatan medis ARP. Ini menunjukkan
bahwa solidaritas sosial dan intervensi pemerintah dapat memberikan dampak positif
dalam mengatasi krisis individu. Kasus ini harus menjadi panggilan untuk memperkuat sistem dukungan bagi
keluarga miskin. Dukungan ekonomi yang lebih baik, akses yang lebih mudah ke
layanan kesehatan mental, dan edukasi tentang pentingnya kesehatan mental harus
menjadi prioritas. Pemerintah perlu memastikan bahwa keluarga-keluarga yang
berada dalam kesulitan ekonomi tidak terpaksa membuat keputusan yang dapat
berdampak negatif pada kesejahteraan anak-anak mereka. Selain itu, penting bagi masyarakat untuk lebih peka terhadap isu-isu kesehatan
mental. Depresi bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh, dan harus ada
kesadaran lebih besar tentang gejala dan penanganannya. Dukungan dari komunitas
dan ketersediaan layanan konseling bisa sangat membantu mencegah kasus serupa di
masa depan. Kasus ARP adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi banyak keluarga di
Indonesia. Ini memerlukan perhatian serius dari semua pihak untuk memastikan
bahwa setiap anak mendapatkan haknya untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman
dan mendukung, tanpa harus mengalami trauma akibat kondisi ekonomi yang sulit. Setelah kasus ARP viral hal ini tentunya memunculkan berbagai pendapat pro
dan kontra di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa pandangan dari kedua sisi:
Pernyataan Pro:

  1. Empati terhadap Kondisi Ekonomi Keluarga:
    Banyak yang menunjukkan simpati terhadap tindakan ibu ARP, Siti Anita, yang menjual HP dan sepeda anaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka berargumen bahwa dalam situasi ekonomi yang sulit, prioritas utama adalah
    memastikan kelangsungan hidup keluarga, dan tindakan tersebut adalah langkah
    darurat yang diperlukan (tirto.id) (TVOne News) . 2. Respons Solidaritas Publik:
    Kasus ini mendapatkan perhatian dan bantuan dari berbagai pihak, termasuk
    pemerintah dan masyarakat. Solidaritas yang muncul menunjukkan bahwa
    masyarakat dapat bersatu dalam menghadapi masalah ekonomi keluarga lain yang
    serupa. Bantuan yang diberikan dapat meringankan beban keluarga ARP dan
    membantu proses pemulihan mental anak tersebut (TVOne News) . 3. Pelajaran Hidup:
    Beberapa orang berpendapat bahwa kejadian ini bisa menjadi pelajaran
    berharga bagi ARP tentang realitas hidup dan pentingnya ketahanan mental. Dengan dukungan yang tepat, pengalaman ini dapat membuatnya lebih kuat dan
    lebih tangguh dalam menghadapi masa depan (tirto.id) . Pernyataan Kontra:
  2. Dampak Negatif pada Kesehatan Mental Anak:
    Ahli kesehatan mental menekankan bahwa tindakan menjual barang-barang
    berharga milik anak dapat memiliki dampak psikologis yang serius. Kehilangan
    barang yang sangat dihargai dapat merusak rasa percaya diri dan harga diri anak, mengakibatkan stres dan depresi yang memerlukan penanganan profesional
    (tirto.id) (TVOne News) . 2. Trauma Jangka Panjang:
    Tindakan menjual barang yang memiliki nilai emosional besar bagi anak dapat
    meninggalkan trauma psikologis yang mendalam. Trauma ini bisa berdampak
    negatif pada perkembangan emosional dan psikologis anak dalam jangka panjang, sehingga perlu adanya pendekatan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan anak
    (TVOne News) . KESIMPULAN
    Dari kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa kesehatan mental anak sangat rentan
    terhadap tekanan ekonomi, serta kita selaku orang tua harus dapat melihat
    konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan sesuatu secara tergesa-gesa, serta
    sangat penting bagi kita untuk lebih meningkatkan komunikasi antara orang tua dan
    anak agar tidak terjadi kasus serupa seperni ini.