MK Tolak Hapus Ancaman Penjara Wajib Pajak Lalai Lapor SPT

Nasional

JAKARTA, Actadiurma.id – Mahkamah Konstitusi tolak permohonan terkait pasal yang mengatur sanksi penjara dan denda bagi wajib pajak yang lalai dalam melaporkan surat pemberitahuan pajak. MK menilai pemohon keliru membaca dan memahami norma.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Puguh Suseno terkait pasal yang mengatur sanksi penjara dan denda bagi wajib pajak yang lalai dalam melaporkan surat pemberitahuan pajak atau SPT dan menyetorkan pajak. MK menilai permohonan Puguh tidak jelas.

Putusan perkara nomor 30/PUU-XXII/2024 itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Kamis (21/3/2024). Sidang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.

Dalam permohonannya, Puguh meminta agar MK menyatakan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 13 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta MK mengubah Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menjadi “Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”.

Pemohon mengaku ditetapkan sebagai tersangka gara-gara dianggap melanggar pasal 39 UU KUP. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka karena lalai dalam melaporkan surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT).

“Pemohon menjadi ditetapkan sebagai Tersangka tindak pidana perpajakan hanya karena lalai dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT),” demikian dikutip dari berkas putusan MK, Jumat (22/3/2024).

Selain itu, dalam permohonannya, pemohon juga menyinggung soal kasus gratifikasi mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Puguh menyebut wajib pajak bisa jadi menjadi ragu untuk menyetorkan pajak gara-gara kasus tersebut.

“Bukan bermaksud untuk tidak ingin membayar pajak tetapi Pemohon wajar apabila pasca adanya perkara korupsi yang dilakukan oleh seorang oknum pegawai pajak bernama Rafael Alun Trisambodo yang memiliki banyak harta mencurigakan tidak sesuai dengan profile penghasilannya sebagai pegawai merasa kuatir apabila pajak yang dibayarkan malah dikorupsi oleh pegawai pajak,” ujar pemohon.