Gara-gara Sawit, Hubungan EU dengan Malaysia Memburuk

Internasional

KUALALUMPUR, Actadiurma.id – Organisasi perdagangan dunia WTO mendukung Uni Eropa dalam kasus deforestasi di Malaysia, dengan menyatakan biodiesel yang terbuat dari minyak sawit tidak boleh dihitung sebagai bahan bakar nabati terbarukan.

Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada awal bulan ini mengeluarkan keputusan atas keluhan yang diajukan Malaysia terhadap Uni Eropa (UE), mengenai rencana EU untuk menghentikan impor minyak sawit sebagai bahan bakar nabati karena problem lingkungan hidup.

Malaysia, yang merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, mengajukan kasusnya ke WTO pada awal tahun 2021 melawan Uni Eropa (UE), Prancis, dan Lituania.

Negara jiran ini menuding UE telah melanggar aturan perdagangan internasional dalam kebijakannya untuk menghapuskan impor minyak sawit dalam daftar bahan bakar hayati karena risiko deforestasi dan emisi berdasarkan Petunjuk Energi Terbarukan (RED II) kedua UE.

Indonesia juga mengajukan kasus ke WTO namun meminta agar kasus tersebut ditangguhkan sehari sebelum hasil kasus Malaysia diumumkan.

Salah satu panelis yang berbeda pendapat juga memberikan dukungan lebih besar terhadap seruan Malaysia bahwa kebijakan UE bersifat proteksionis, karena negara tersebut dituduh menolak minyak sawit, sambil mengabaikan dampak lingkungan dari biofuel yang diproduksi di Eropa, seperti biji rapa.

Direktur Eksekutif Dewan Bisnis UE-ASEAN, Chris Humphrey mengatakan, keputusan WTO akan “dipandang oleh UE dan Malaysia sebagai kemenangan mengingat hasil yang beragam.”

“Sementara kita menunggu keputusan WTO yang tertunda mengenai keluhan Indonesia terkait minyak sawit, jelas bahwa dialog antara UE dan mitra utama ASEAN adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kekhawatiran yang dimiliki Indonesia dan Malaysia,” tambah Humprey.

Direktorat Jenderal Perdagangan UE mengatakan dalam sebuah pernyataan, UE “bermaksud untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyesuaikan undang-undang yang didelegasikan.”

Komisi Eropa tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar. Namun anggota Parlemen Eropa dan Ketua Komite Parlemen Eropa mengenai hubungan dengan negara-negara ASEAN, Daniel Caspaty, mengatakan kepada DW bahwa temuan panel WTO “menandai momen penting dalam perdebatan mengenai kebijakan perdagangan dan perlindungan lingkungan.”

“Keputusan ini tentunya akan berdampak pada hubungan UE dengan Indonesia dan Malaysia, khususnya terkait sengketa kelapa sawit,” tambahnya.