Pemberontakan Myanmar Kian Sudutkan Junta Militer

Internasional

MYANMAR, Actadiurma.id – Tiga tahun setelah kudeta 1 Februari 2021, junta militer Myanmar terkesan kian kewalahan menstabilkan kekuasaannya di penjuru negeri, akibat sengitnya perang gerilya kelompok pemberontak etnis di wilayah terluar.

Kabar perang saudara di Myanmar hanya sayup terdengar, di tengah gemuruh dan derasnya pemberitaan perang di Ukraina dan Jalur Gaza. Padahal, pertikaian bersenjata di sekitaran Basin Sungai Irawaddy itu berkecamuk hebat dan dibanjiri dugaan kejahatan perang. Serangan udara militer misalnya dikabarkan menghanguskan desa-desa dan menewaskan warga sipil, lapor Armed Conflict Locarion & Data Event, sebuah lembaga pemantau konflik di Amerika Serikat.

“Beribu-ribu warga sipil tewas terbunuh. Sebanyak 2,3 juta warga terpaksa mengungsi dan 18,6 juta penduduk Myanmar membutuhkan bantuan segera,” kata Tom Andres, pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar. Menurutnya, kelanjutan perang berpotensi memperparah situasi kemanusiaan bagi warga sipil.

Ketika militer menggulingkan pemerintahan sipil tanggal 1 Februari 2021, Myanmar dianggap akan mudah bertekuk lutut di bawah kekuasaan Jendral Min Aung Hlaing. Nyatanya, kekuasaan junta kian terkikis oleh maraknya perlawanan bersenjata di daerah perbatasan terluar. Hal ini mendorong pemerintahan militer Myanmar bersikap semakin agresif.