Oleh: Okta Renaldi, Ketua Bidang PTKP HMI Cab. Bangka Belitung Raya
Sumber daya alam hayati dan nonhayati adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini Menjadi kewajiban dan keharusan bagi kita semua untuk menjaga dan mengelola Sumber daya alam dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.
Laut telah dijadikan rumah ke dua bagi masyarakat pesisir, yang secara turun temurun masyarakat telah menggantungkan mata pencahariannya di laut sebagai nelayan tradisional. Kelestarian dan keseimbangan ekosistem laut menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil dari tangkapan para nelayan.
Dengan demikian penting bagi kita semua untuk memastikan laut agar tetap terjaga dan terhindar dari seluruh aktivitas yang dapat merusak dan mengancam kelestarian SDA yang melimpah terkhusus diperairan Beriga.
Penolakan terhadap pertaambang diwilayah laut beriga terus digalakkan masyarakat, baik berupa gerakan secara langsung melalui aksi demonstrasi maupun jalur diplomatis yang dilangsungkan bersurat ke DPRD sebagai bukti dari keseriusan dan kekompakan warga dalam melakukan penolakan aktivitas tambang dilaut mereka.
Dilansir dari berita yang sedang beredar sebagai wujud dari strategi guna meraih laba/keuntungan pada tahun 2024 Direktur Operasi dan produksi PT. Timah menyampaikan akan melakukan penambahan lokasi tambang, optimalisasi peralatan penambangan laut, dan melakukan peningkatan kapasitas tambang primer diwilayah bangka tengah, paku, pemali dan batu besi.
Dikabarkan PT. Timah selaku pemegang IUP diwilayah laut beriga Kab. Bangka Tengah telah menerbitkan SPK kepada 10 CV sebagai mitranya, yang kemudian secara keseluruhan berjumlah 120 unit PIP yang akan turun beroperasi diwilayah tersebut.
Dengan demikian PT. Timah yang merupakan perusahaan plat merah dibawah naungan BUMN seharusnya dapat menyelaraskan tindakan sesuai dengan semboyannya BUMN hadir untuk negeri yang dapat dilakukan melalui cara yakni, menunjang semua kebutuhan nelayan dalam melakukan proses penangkapan ikan, bukan sebaliknya melakukan perusakan lingkungan sehingga masyarakat merasakan dampak negatif dari kehadiran aktivitas pertambangan dilaut mereka.
Maraknya aktivitas pertambangan yang mengesampingkan regulasi UU no 3 tahun 2020, yang didalamnya menjelaskan secara komprehensif terkait aktivitas pertambangan, bahwa pemilik IUP wajib untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang dengan tingkat keberhasilan seratus persen, sering kali hal tersebut tidak dijalankan sehingga menjadi persoalan yang serius untuk dapat ditindak tegas oleh pemerintah melalui dinas terkait.
Dengan demikian kita harus belajar dari sejarah panjangnya PT. Timah dan aktivitas Penambangan di wilayah laut Bangka Belitung yang dinilai telah banyak merugikan masyarakat BABEL dengan tidak adanya kontribusi nyata yang dirasakan serta banyaknya kejadian yang kerap melibatkan masyarakat akan konflik horizontal antara nelayan dengan penambang yang diakibatkan dari aktivitas tambang laut.
Berdasarkan hasil dari kesepakatan bersama yang telah dibangun melalui forum audiensi bahwa DPRD Kab. Bangka Tengah menyampaikan PT. timah belum dapat beraktivitas terlebih dahulu mengingat hal ini akan dilakukan pembicaraan intens dahulu terhadap pemerintah pusat, mengingat dalam hal tersebut pemerintah pusat yang memiliki wewenang untuk memutuskannya, dan belum lagi dalam hal ini masyarakat jelas sangat terdampak dengan kehadiran pertambangan ini karena penghasilan yang didapatkan tidak sebanding dengan dampak negatif yang didapatkan,
maka dari itu sudah seharusnya kita semua begandengan tangan dan saling bahu-membahu untuk menolak segala bentuk aktivitas pertambangan di wilayah laut Beriga yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengecam segala upaya yang dapat memecah belah kesatuan dan persatuan nelayan setempat dengan memberikan angin surga berupa kompensasi yang hanya dapat dinikmati sesaat.