Pemilu Taiwan: Keunggulan DPP di Tengah Keruntuhan Oposisi

Internasional

TAIPEI, Actadiurma.id – Iklim politik di Taiwan sedang memanas. Dengan pemilihan presiden dan parlemen yang dijadwalkan pada 13 Januari, ketegangan meningkat karena pengaruh Tiongkok memberikan pengaruh yang signifikan. Tiongkok daratan, yang menegaskan kedaulatan atas Taiwan, telah meningkatkan tekanan militer terhadap pulau tersebut. Di tengah kondisi ini, gagalnya perundingan untuk membentuk front persatuan presidensial antara dua partai oposisi utama Taiwan baru-baru ini telah membuat partai tersebut lebih berpihak pada Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa.

Wakil Presiden Lai Ching-te dari DPP yang berkuasa memimpin pemilu pertama sejak runtuhnya aliansi antar partai oposisi. Disintegrasi ini meningkatkan peluang kemenangan Lai dengan membagi suara oposisi di antara dua kandidat. DPP, yang dikenal karena pendiriannya yang menentang hubungan yang lebih dekat dengan Tiongkok, berupaya memperkuat hubungan Taiwan dengan Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok. Dengan demikian, pemerintahan DPP akan semakin menghalangi tujuan eksplisit Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membawa Taiwan di bawah kendali Beijing. Tiongkok, yang menyebut Lai sebagai ‘pembuat onar’ dan ‘penghasut perang’, menyatakan keprihatinan atas perpecahan oposisi yang berpotensi memungkinkan DPP mempertahankan kekuasaan.

Tanggapan resmi Tiongkok terhadap perkembangan pemilu adalah pernyataan singkat yang mengungkapkan harapan terhadap hasil pemilu yang mendukung perdamaian dan stabilitas. Namun, hal ini juga menggarisbawahi bahwa Taiwan berada di persimpangan antara perang dan perdamaian. Terganggunya perundingan antara dua partai oposisi utama memberikan keuntungan bagi DPP, yang saat ini memimpin dalam jajak pendapat. DPP secara konsisten menolak tekanan Tiongkok dan memandang calon presiden DPP Lai Ching-te sebagai seorang separatis.

Meskipun runtuhnya aliansi oposisi berpotensi menguntungkan DPP, hal ini juga membuat tujuan penyatuan sukarela dengan Taiwan yang dinyatakan Xi Jinping semakin jauh. Meskipun ada oposisi yang terpecah, masa jabatan DPP untuk ketiga kalinya berturut-turut bukanlah suatu kepastian. Dukungan untuk Lai turun menjadi 31,4%, menempatkannya hanya sedikit di depan Hou dari KMT dengan 31,1%, menurut survei baru-baru ini. Ketika para pemilih di Taiwan bersiap menyambut pemilu pada bulan Januari, mereka memiliki kesempatan untuk mendefinisikan kembali hubungan tegang pulau tersebut dengan Tiongkok. Hasil pemilu ini dapat mempunyai implikasi luas bagi masa depan Taiwan dan hubungannya dengan Tiongkok daratan.